Rabu, 20 April 2016

Harimau sumatra yang di buru di TNKS.

     Tim Pelestarian Harimau Sumatera Taman Nasional Kerinci Seblat (PHS TNKS) bersama Polres Mukomuko, Provinsi Bengkulu berhasil melakukan operasi tangkap tangan anggota jaringan perburuan dan perdagangan ilegal harimau sumatera di Kecamatan Penarik, Kabupaten Mukomuko, Jumat (8/1/2016).
     Dalam operasi itu, tim berhasil menangkap AA dan Za, warga Desa Pondok Baru; serta Sn, warga Desa Sungai Ipuh, Mukomuko, dengan barang bukti satu tas berisi kulit harimau dan satu tas berisi tulang-belulang dan taring yang berasal dari satu ekor harimau sumatera.







Kulit harimau sumatera yang berhasil diamankan dari anggota Jaringan Mukomuko, BEngkulu. Foto: Dok KLHK
Kulit harimau sumatera yang berhasil diamankan dari anggota Jaringan Mukomuko, Bengkulu. Foto: Dok. KLHK
 
     Dari hasil penyidikan, AA diketahui sebagai pemilik, Sn penjual, dan Za pengantar. Penyidik menetapkan status tersangka kepada AA dan Sn dan menahan keduanya. Sedangkan Za, sebagai saksi dan tidak ditahan.
“Za hanya disuruh mengantar oleh bapaknya (AA). Dia tidak mengetahui isi tas dan tidak diberi upah atau bonus. Dia baru mengetahui isi tas sewaktu di Polres. Sehingga, dijadikan saksi dan tidak ditahan,” kata Kepala Satuan Reserse dan Kriminal Polres Mukomuko AKP. Welman Feri, SIK kepada Mongabay Indonesia, Minggu (10/1/2016).

     Operasi penangkapan dilakukan dengan menugaskan anggota Satuan Reserse dan Kriminal Polres Mukomuko yang menyamar sebagai pembeli. Anggota tersebut membuat janji bertemu dengan Sn di rumah makan Sinar Pagi di simpang Penarik, pukul 18.00 WIB. Melihat kondisi rumah makan ramai, mereka pindah ke Hotel Harmoni. Dalam perjalanan, Sn diperlihatkan uang Rp60 juta.      SN, lalu menelpon AA untuk mengantarkan barang melalui Za, depan Hotel Harmoni pukul 18.30 WIB. Mereka ditangkap saat penyerahan barang. Setelah diperiksa, Sn dimintai menelpon AA untuk bertemu di simpang Penarik. AA dibekuk pukul 21.30 WIB. “Kami terus menyidik dan mengembangkan aktivitas ilegal yang telah mereka lakukan sejak 2011. Mereka sudah menjual 8 ekor harimau sumatera".

Keberhasilan
     Kepala Balai Besar Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Tongkagie Arief mengatakan, operasi tangkap tangan tersebut merupakan hasil kerja keras tim PHS TNKS yang melakukan investigasi selama dua tahun. “Selama ini tidak ada barang bukti, sehingga belum bisa ditangkap. Keberhasilan ini merupakan keberhasilan yang ke-8 dalam sepuluh tahun terakhir.”
     Menurut Tongkagie, AA dan Sn merupakan bagian jaringan perburuan dan perdagangan ilegal harimau sumatera terbesar di Mukomuko. Wilayah jaringan ini diperkirakan tidak hanya di Bengkulu, tetapi juga di Jambi, Riau, dan Sumatera Barat.
Tongkagie berharap aparat penegak hukum bisa memvonis berat para tersangka. Apalagi, data yang dimiliki TNKS menyebutkan jumlah populasi harimau berkisar 163 ekor. “Mudah-mudahan (aparat penegak hukum) memihak pada kepentingan konservasi. Sehingga, pelaku dihukum sesuai kejahatannya.”

Kejahatan internasional
     Konservasionis harimau sumatera yang bekerja di bentang alam Kerinci Seblat, jaringan perburuan dan perdagangan ilegal harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) tidaklah berskala lokal atau nasional, melainkan internasional. “Itu adalah kejahatan internasional yang merugikan kekayaan Indonesia. Warga Indonesia telah dimanfaatkan oleh orang-orang yang tidak punya moral itu.”
     Disebut tidak punya moral, karena bagian tubuh yang diperdagangkan itu bukanlah dimanfaatkan untuk kepentingan kemanusiaan. Melainkan, untuk status sosial atau pretise belaka. “Di beberapa negara, tulang harimau digunakan oleh orang-orang yang tidak bermoral untuk pembuatan anggur. Bukan untuk obat. Sama halnya dengan gading gajah dan paruh enggang gading bukan untuk obat, tetapi untuk gaya-gayaan saja.”
      Meski segelintir oknum masyarakat menjadi “korban” jaringan kejahatan internasional itu, namun mereka yang terlibat harus dihukum seberat-beratnya. Supaya memberikan efek jera dan warga Indonesia lainnya tidak terseret dalam jaringan jahat itu.
“Hasil riset menyebutkan bahwa cuma ada dua subspesies harimau. Yakni, harimau sunda dan kontinental. Untuk subspesies harimau sunda terdiri dari harimau jawa, bali dan sumatera. Harimau jawa dan bali sudah punah, tinggal harimau sumatera. Populasinya pun sekitar 160-an ekor.
     Miris sekali melihat kondisi Harimau Sumatra yang ada di TNKS apa tidak ada yang kasihan melihat hewan endemik Sumatra kalau di lakukan pemburuan liar terus menerus Harimau asli Sumatra ini akan punah.

Pulau Enggano






Profil Pulau ENGGANO
Propinsi : Bengkulu
Kabupaten : BENGKULU UTARA
Kecamatan : Enggano
Desa : Malakoni
Luas : 7 km2
Letak Geografis : 05° 31? 13? LS dan 102°16? 00? BT
Status Pemilik : -

Klimatologi :
Pulau Enggano beriklim basah tropis yang sangat dipengaruhi oleh laut. Menurut Zona Agroklimat Oldeman, iklim Pulau Enggano tergolong Zona Agroklimat B-1, dimana curah hujan pada bulan kering < 200 mm dan pada bulan basah > 200 mm. Berdasarkan data BMG Bengkulu, curah hujan rata-rata 222,8 mm, kelembaban udara 82,0%, suhu udara 26,50 C dengan kecepatan angin 2,1 m/det.

Biogeofisik :
Terumbu karang di Pulau Enggano tersebar di perairan Tanjung Lakoaha, Tanjung Kioyeh, Tanjung Keramai, Tanjung Labuha, Tanjung Kahabi, Teluk Harapan dan Koana, sekeliling Pulau Dua, Pulau Merbau dan Pulau Satu. Terumbu karang yang ada di Pulau Dua didominasi oleh Abiotik (45,33%), DCA (45,67%), karang non-acropora (5,67%) dan fauna (3,33%). Ikan karang yang dijumpai seperti Chaetodon reticulatus, C. barronesa, C. vagabundus, Zanclus cornutus dan Paracanthurus hepatus. Persentase tutupan karang hidup untuk lokasi ini yaitu 5,67% dan yang sudah tergolong pada kategori rusak/buruk sebanyak 0-24,9%. Pada lokasi Kahyapu terumbu karang didominasi oleh DCA (40.00%), abiotik (37,33%), karang acropora (12,34%), karang non-acropora (8,33%) dan fauna (2%). Tutupan karang hidup mencapai 20,67% dan masih termasuk dalam kategori rusak/buruk.

Pulau Enggano adalah salah satu pulau terluar di Indonesia, secara administratif berada di Kabupaten Bengkulu Utara, Propinsi Bengkulu. Pulau dengan luas wilayah 40 km persegi ini terletak di zona perairan Samudra Hindia pada posisi antara 102,05o BT dan 5,17o sampai 5,31o LS. Sebagai sebuah kecamatan tersendiri, Enggano secara administratif terdiri dari 3 pulau kecil yaitu: Pulau Dua, Pulau Bangkai, dan Pulau Merbau. Kecamatan Enggano terbagi dalam 6 Desa yaitu Desa Kahyapu, Desa Kaana, Desa Malakoni, Desa Apoho, Desa Meok, dan Desa Banjar Sari. Adapun jumlah penduduk di pulau ini sekitar 3.000 jiwa (tahun 2002), yang tersebar di 6 desa tersebut.
Pulau yang sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai nelayan dan petani kelapa sawit ini secara ekologi sangat kaya dengan sumber daya alam, baik yang terdapat di daratan maupun di perairan lautnya. Namun, ekosistem Enggano sangat rentan rusak, karena struktur pulaunya yang tersusun dari batu karang dengan ketebalan tanah permukaan sangat tipis, hanya 1—2 meter saja.
Pulau Enggano merupakan pulau yang relatif masih alami dan belum banyak tersentuh oleh agenda-agenda pembangunan. Namun, hal ini justru menjadi berkah tersendiri bagi pulau ini, karena keaslian kondisi alamnya relatif masih terjaga.
Di dalam pulau yang dikelilingi hamparan pasir putih yang sangat luas ini, terdapat dua obyek wisata yang indah dan cukup terkenal, yaitu Taman Burung Gunung Nanu’ua dan Pantai Humo. Di Taman Burung Gunung Nanu’ua, terdapat dua spesies burung langka yang dilindungi oleh pemerintah, yaitu Burung Kacamata Enggano dan Burung Celepuk Enggano. Selain di Taman Burung Gunung Nanu’ua, spesies burung sebaran-terbatas itu juga sesekali dapat dijumpai di lahan pertanian, terutama perkebunan kelapa, dan lahan-lahan terbuka di sekitar perkampungan.
Selanjutnya beralih ke Pantai Humo. Pantai yang terkenal dengan hamparan pasir putihnya yang halus ini memiliki ekosistem laut yang cukup kaya. Di sepanjang bibir pantai, pengunjung dapat menjumpai banyak kepiting dan hewan-hewan kecil bercangkang yang berkeliaran secara bebas. Di pantai ini juga hidup berbagai jenis ikan-ikan kecil berwarna-warni yang sering berenang di tepi pantai dan dapat dilihat dengan mata telanjang. Yang paling sering dijumpai adalah ikan berwarna biru dengan strip kuning-putih dan ikan berwarna merah dengan variasi putih dan perak di tubuhnya.
Selain itu, pantai yang memanjang sekitar dua kilometer dari utara ke selatan, dengan lebar sekitar 200 meter dari tepi laut ini juga memiliki kumpulan karang atau oleh masyarakat setempat disebut tubiran yang dapat digunakan sebagai titian untuk berjalan agak ke tengah laut. Tubiran yang mirip dermaga ini juga sering digunakan oleh pengunjung dan masyarakat setempat sebagai tempat memancing. Lokasinya yang menjorok ke laut membuat tubiran ini menjadi habitat bagi berbagai jenis ikan laut.  
Selain memiliki dua lokasi wisata yang indah tersebut, Pulau Enggano juga memiliki keistimewaan lainnya, yaitu hutan bakau yang sangat lebat yang secara alamiah berfungsi sebagai penahan laju abrasi pantai. Di hutan bakau ini, hidup beraneka jenis burung, seperti burung pelatuk, burung pergam enggano, burung beo, burung nuri, burung kakatua, dan berbagai jenis burung lainnya.
Pulau Enggano terletak di Kecamatan Enggano, Kabupaten Bengkulu Utara, Propinsi Bengkulu, Indonesia.
Dari Bengkulu, waktu yang dibutuhkan untuk sampai di Pulau Enggano adalah sekitar 12 jam dengan menggunakan jalur laut. Namun, perjalanan menggunakan kapal fery menuju Pulau Enggano tidak berlangsung setiap hari, karena kondisi cuaca yang sering labil. Dalam satu minggu, perjalanan menuju Pulau Enggano hanya sebanyak dua kali, itupun seringkali tidak dapat dipastikan harinya, karena faktor cuaca yang labil tersebut. Begitu juga sebaliknya, perjalanan arus balik dari Enggano menuju Bengkulu juga terjadi dua kali dalam seminggu, tentunya dengan kondisi yang sama, jadwalnya dapat berganti-ganti hari karena menggantungkan pada kondisi cuaca.  
Bagi pengunjung yang ingin menyambangi dan berkeliling di Pulau Enggano, sebaiknya membawa sepeda motor sendiri. Sebab, di pulau ini satu-satunya angkutan umum adalah sebuah truk dan sebuah bus. Kedua jenis angkutan umum itu hanya beroperasi di hari-hari kedatangan dan keberangkatan kapal saja, sehingga di hari-hari biasa nyaris tidak ada angkutan umum yang beroperasi.
Selain kekurangan angkutan umum, Pulau Enggano juga belum memiliki fasilitas penginapan dan rumah makan yang memadai. Kurangannya fasilitas penunjang dan promosi membuat potensi pariwisata di Pulau Enggano belum banyak tergarap secara maksimal.
Namun, pengunjung tidak perlu khawatir akan masalah itu. Penduduk Enggano merupakan masyarakat yang sangat terbuka dan ramah terhadap pendatang. Jika ada pengunjung yang belum memiliki kenalan di Pulau Enggano, mereka tinggal datang saja kepada kepala desa atau kepala suku setempat. Para pemuka masyarakat tersebut akan memberi tumpangan dan makanan kepada pengunjung tersebut. Makanan yang biasa disuguhkan masyarakat Enggano adalah nasi dari padi gogo dan ikan. Ikan selalu menjadi menu utama di Pulau Enggano karena sebagian besar masyarakatnya berprofesi sebagai nelayan.